Senin, 19 Oktober 2009

sejarah bengkulu 2

Sejarah Bengkulu

Provinsi Bengkulu dibentuk tanggal 12 September 1967. Meskipun pembentukan provinsi ini tidak dari awal kemerdekaan, bukan berarti daerah ini tidak berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bung Karno sendiri pernah dibuang oleh Belanda ke daerah ini.

Sejarah Bengkulu sebenarnya sudah cukup panjang. Sejak era Majapahit, Bengkulu yang ketika itu bernama Sungai Serut sudah eksis dan menjalin hubungan dengan Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kerajaan Majapahit sering mengirimkan Biku, dimana sebagian dari biku-biku tersebut akhirnya dinobatkan menjadi pemimpin salah atu suku di sana, yaitu suku bangsa Rejang. Pengaruh Majapahit berlangsung sampai Islam datang dan dianut oleh sebagian besar rakyat Bengkulu.

Pada waktu Portugis merebut Malaka tahun 1511, para pedagang Islam mengalihkan jalur perdagangannya yang sebelumnya menggunakan Selat Malaka dialihkan melalui pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Karena peralihan itu, Pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa bertambah ramai. Untuk daerah Bengkulu sendiri, peralihan tersebut membawa berkah, pelabuhan-pelabuhan nelayan di sepanjang pantai Bengkulu, seperti Muko-muko, Selebar, Seluma, Manna, Bintuhan, dan Krui menjadi berkembang.

Pada waktu Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin, tahun 1552-1570, Bengkulu berada di bawah pengaruh Banten. Pengaruh tersebut juga diikuti oleh penyebaran agama Islam.

Di daerah Bengkulu ini kekuatan Kesultanan Banten kemudian berhadap-hadapan dengan Kesultanan Aceh. Aceh yang juga melaksanakan kebijakan yang ekspansif, telah berhasil memperluas kekuasaannya di wilayah Bengkulu, yaitu di daerah sebelah utara Teluk Ketahun, sementara sebelah selatannya sudah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Karena kedua pihak tidak menghendaki terjadinya pertempuran diantara sesama negara Islam, mereka kemudian menjalin perdamaian dan persahabatan. Sultan Aceh kemudian menjodohkan seorang putri Indrapura dengan Sultan Banten.

Tahun 1685, Inggris mulai memasuki Bengkulu. Mereka kemudian menjalin hubungan dagang dan membangun gudang lada yang dinamakan Fort York. Tahun 1714, Inggris mulai membangun kekuatan di Kota Bengkulu, yaitu, membangun Benteng Fort Marlborough. Pendirian benteng tersebut mendapat rintangan dari Raja Selebar Pangeran Nata Dirja. Inggris kemudian berniat mengenyahkan Raja Selebar. Mereka membuat suatu jamuan makan dan mengundang Raja Selebar. Di tengah jamuan tersebut, mereka membunuh Raja Selebar, Pangeran Nata Dirja.

Akibat pembunuhan tersebut, hubungan antara Inggris dan Bengkulu yang tadinya relatif baik menjadi buruk. Akhirnya tahun 1719, putra Pangeran Nata Dirja beserta pasukan dan penduduk daerah tersebut melakukan serangan terhadap Inggris dan berhasil menduduki Fort Marlborough. Perlawanan terhadap Inggris ternyata berlangsung pula di bagian lain Bengkulu, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman di daerah Muko-muko dan Bantal. Karena perlawanan rakyat yang semakin sengit ini, akhirnya Inggri meninggalkan Bengkulu tahun 1719. Namun kepergian Inggris dari tanah Bengkulu tidak selamanya. Tahun 1742, mereka datang dan kembali menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Bengkulu.

Berdasarkan pada traktat London 1824, Inggris akhirnya menyerahkan Bengkulu kepada pemerintah Hindia-Belanda. Tahun 1838, Belanda mulai menjalankan administrasi pemerintahan di Bengkulu. Belanda kemudian mengatur dan menguasai seluruh penghasilan dan penjualan hasil bumi Bengkulu, terutama lada. Akibatnya, produksi berbagai hasil bumi semakin menurun. Selain itu, Belanda memberlakukan kerja paksa untuk mengerjakan berbagai pembangunan jalan, pelabuhan, serta untuk menanam kopi.

Kekuasaan Belanda berakhir tanggal 8 Februari 1942, ketika tentara Jepang tiba di Bengkulu. Mulai hari itu, Bengkulu berada di bawah kekuasaan Jepang. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin menderita. Rakyat ditindas dan diperas. Berbagai hasil bumi semuanya dirampas untuk kepentingan Jepang. Selain itu banyak rakyat yang menjadi romusha ke Pulau Enggano. Di Pulai ini, Jepang berencana membangun pertahanan yang kuat.

Penjajahan Jepang ini berakhir dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Namun berita proklamasi kemerdekaan tersebut baru sampai ke Bengkulu tanggal 3 September 1945. Bendera Merah Putih mulai berkibar secara resmi di Bengkulu tanggal 11 Oktober 1945.

Kehidupan rakyat pasca kemerdekaan tidak berlangsung lancar. Hal ini karena adanya niat Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Belanda memasuki dan menduduki Bengkulu dalam aksi militernya yang kedua, awal tahun 1949. Pendudukan ini berlangsung hingga akhir tahun. Sejak saat itu, Bengkulu mulai disibukkan dengan urusan-urusan dan masalah yang muncul dari dalam negeri sendiri. Rongrongan dari luar negeri sudah berakhir.


sejarah bengkulu

SEJARAH

Propinsi Bengkulu berpenduduk asli multi etnik, diantaranya suku Melayu Bengkulu, Rejang, Lembak, Serawai, Enggano, Kaur, Pasemah, Mukomuko, dan Pekal. Sebagaimana wilayah lainnya, Bengkulu juga memiliki beberapa kerajaan kecil, yang kemudian memiliki pengaruh terhadap perjalanan Sejarah Nasional Indonesia.

Bentuk kerajaan di Bengkulu merupakan kerajaan kesukuan, yang terbentuk karena kesatuan satu atau beberapa suku yang mempunyai adat yang sama. Kerajaan2 ini pada umumnya terdapat di daerah pesisir dan berada di tepi atau muara sungai. Oleh karena itu, nama kerajaannya sering diambil dari nama sungai di dekatnya. Sedangkan nama kerajaan yang terapat di pedalaman diambil dari nama suku atau gabungan suku.

Contoh Kerajaan-kerajaan yang terdapat di Bengkulu antara lain : Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sungai Itam, Kerajaan Selebar, Kerajaan Anak Sungai, dan Kerajaan Empat Petulai

Kerajaan yang terdapat di daerah pesisir mulai berkembang pada awal abad XVI. Setelah jatuhnya Kerajaan Malaka ke tangan Portugis 1511, para pedagang yang ingin ke Jawa menglihkan jalur perdagangannya dari Pantai Timur Sumatra ke Pantai Barat Sumatra mulai dari Aceh, Barus, Priaman, Indrapura, Ketahun, Selebar, Lampung, Banten, dst. Perubahan jalur perdagangan inilah yang membuat para pedagang mengetahui bahwa wilayah-wilayah ini menghasilkan rempah-rempah, terutama lada.

Jaman Pra Sejarah

Hampir sama dengan wilayah Indonesia lainnya, di wilayah Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan ditemukan Dolmen, Menhir, Sarkofagus, Keranda Batu, Belincong, dan Kapak Batu.

Jaman Hindu Budha

Pada jaman ini tidak begitu jelas. Hanya diasumsikan dengan peninggalan Trisakti yang ada di Suban Air Panas, berupa Lingga, Yoni, dan Batu Menangis.

Jaman Kerajaan

Kerajaan tertua di Bengkulu Pesisir adalah Kerajaan Sungai Serut. Raja pertamanya bernama Ratu Agung. Setelah kehancuran Kerajaan Sungai Serut, rakyat Sungai Serut yang dipimpin oleh pemimpin2 Rejang Pedalaman yang dinamakan Dipati Tiang Empat. Kebingungan mencari pengganti pemimpin kerajaan Sungai Serut diantara para Depati, mereka meminta petunjuk ke raja Pagarruyung untuk memecahkan masalah ini. Karena kebijaksanaan utusan raja Pagarruyung, Maharaja Sakti diangkat menjadi raja di Kerajaan yang baru didirikan atas pesan raja Pagarruyung, yaitu Kerajaan Sungai Lemau.

Setelah itu, seorang Raja Sungai Lemau yang bernama Baginda Sebayam mengangkat Senggana Pati sebagai menantu, dan memberinya sebagian wilayah Sungai Lemau, yang pada akhirnya mendirikan kerajaan Sungai Itam.

Selain 3 kerajaan tadi, juga terdapat Kerajaan Selebar yang bermula dari satu kerajaan kecil bernama Jenggalo. Seorang Rajanya yang terkenal adalah Rangga Janu.

Jaman VOC - EIC

Pada tahun 1616, Jan Pieterzoon Coen dari pihak VOC mulai mengetahui keberadaan lada yang melimpah di Bengkulu. Tahun 1660 Belanda membuat perjanjian kontrak dagang dengan pemuka Selebar. Perjanjian Belanda-Banten pada tahun 1680 membuat EIC (Inggris) harus angkat kaki dari Banten. EIC kemudian membuat perjanjian perdagangan dengan kepala-kepala adat sekitar Bengkulu, yang pada saat itu tidak merasa terikat dengan kerajaan Banten. Dibawah kekuasaan Inggris, dibangunlah sebuah benteng terbesar kedua setelah di India, Benteng Fort Marlborough (1714-1719). Pada masa Inggris juga terdapat satu kebijakan pada masa pemerintahan Sir Thomas Stanford Rafless (1818-1822), dimana semua bupati/raja Bengkulu dimasukkan ke dalam pegawai pemerintah dan digaji pemerintah. Akibat perjanjian London (1824) antara Inggris-Belanda, Bengkulu kemudian ditukar dengan Singapura.

Jaman Belanda

Pada tahun 1826 Bengkulu baru dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Hindia Belanda karena merupakan lahan yang cukup subur. Pada tahun 1833, penetapan sistem tanam paksa ditolak oleh masyarakat Bengkulu, dan terjadilah pembunuhan terhadap Asisten Residen Knorle sehingga kebijakan tanam paksa di Bengkulu ditunda atas instruksi Gubernur Jendral Van Den Bosch. Pada masa Belanda ini terlaksana program transmigrasi di Kemumu, Kabawetan, Kap.Bogor, dan Curup. Selain itu, hasil tambang yang berada di wilayah Bengkulu juga mulai dieksploitasi.

Pada akhir masa Belanda (1938-1942), Ir.Soekarno diasingkan di Bengkulu oleh Belanda. Selama di Bengkulu, Ia sempat merancang sebuah Masjid Jamik, rumah, beberapa alat rumah tangga, dan sempat bermain dalam sandiwara Montecarlo.

Jaman Jepang

Pada Jaman kedudukan Jepang, Bengkulu mengalami masa kehidupan sosial yang terpuruk, hanya masalah ketentaraan saja yang masih baik, dimana diajarkan tentang loyalitas yang tinggi kepada Negara dan bangsa. Pada masa jepang ini juga dibangun industry persenjataan di Pondok Besi dan di galangan kapal Pelabuhan Lama.

Jaman Kemerdekaan

Berita kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 45 baru diterima secara resmi oleh kantor PTT Bengkulu pada tanggal 3 Oktober 1945, dan segera dikibarkan bendera merah putih di kantor tersebut. Sejak tahun 1946 Bengkulu masuk ke wilayah karesidenan Palembang, dan pada tahun 1968 Bengkulu resmi berdiri sebagai propinsi sendiri, yang dipimpin pertama kali oleh Ali Amin, SH. (Dj Alde)